Trump Meledak: “Kepemimpinan Ukraina Tidak Berterima Kasih!”
Masalahnya berawal dari penolakan Zelensky untuk menyetujui rencana perdamaian 28 poin yang di usulkan AS. Rencana yang di laporkan banyak memenuhi tuntutan Moskow ini di nilai terlalu berat bagi Ukraina, karena mengharuskan mereka menyerahkan sebagian wilayah timur, memangkas kekuatan militer, dan janji tidak akan gabung dengan NATO.
Tak terima rencananya di tolak, Trump meluapkan kekesalan melalui akun Truth Social-nya pada Minggu (23/11). Dalam postingan yang penuh dengan huruf kapital, ia menuding kepemimpinan Ukraina “tidak mengungkapkan rasa terima kasih sama sekali” atas upaya AS.
Tak hanya itu, Trump juga menyelipkan kritik untuk Eropa yang di sebutnya masih membeli minyak Rusia, dan tentu saja, menyalahkan mantan presiden Joe Biden karena di anggap gagal mencegah perang yang “dahsyat dan mengerikan” ini.
“Saya mewarisi perang yang seharusnya tidak pernah terjadi,” tulis Trump, menegaskan posisinya.
Zelensky Membalas: “Kami Berterima Kasih, Terutama untuk Javelin!”
Merespons tuduhan itu, Zelensky tidak tinggal diam. Dalam saluran Telegram-nya, pemimpin Ukraina itu dengan elegan menepis klaim Trump.
Dia menegaskan, Ukraina justru berterima kasih kepada AS dan khususnya kepada Trump atas segala bantuannya. Zelensky secara spesifik menyebut rudal Javelin sebagai bantuan yang telah “menyelamatkan nyawa warga Ukraina.”
Zelensky juga menjelaskan alasan di balik kehati-hatiannya. Baginya, setiap langkah menuju perdamaian harus dikerjakan dengan benar agar perang benar-benar berakhir dan tidak terulang di masa depan.
Deadline Perdamaian dan Pertemuan Darurat
Ketegangan ini terjadi di saat yang mendesak. Kabarnya, Trump telah memberikan batas waktu hingga 27 November bagi Zelensky untuk menyetujui rencana perdamaian AS tersebut.
Sementara itu, untuk mencari jalan keluar, para pejabat tinggi dari Ukraina, AS, dan Eropa dikabarkan telah mengadakan pertemuan darurat di Jenewa, Swiss, pada hari Minggu untuk membahas jalan buntu ini.
Pertanyaannya sekarang, akankah kedua pemimpin ini menemukan titik temu sebelum deadline yang ditetapkan Trump? Atau justru perang kata-kata ini akan memicu ketegangan diplomatik yang lebih dalam? Semuanya masih terus berkembang.
Sumber : Reuters