DigiTripX.id – Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bukanlah fenomena baru, namun kompleksitasnya terus berkembang seiring dengan perubahan sosial dan budaya. Menurut Ibu Istiana Tajuddin, S.Psi, M.Psi, Psikolog dari Universitas Hasanuddin, KDRT tidak hanya di picu oleh satu faktor tunggal, tetapi oleh berbagai hal yang saling terkait, mulai dari faktor pribadi hingga lingkungan.
Faktor Penyebab KDRT: Dari Pengangguran Hingga Judi Online
Dalam wawancara eksklusif kami, Ibu Istiana menjelaskan bahwa KDRT sering kali di picu oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. “Pengangguran dan penggunaan alkohol merupakan pemicu utama yang dapat meningkatkan agresivitas seseorang,” ungkapnya. Ia juga menyoroti maraknya judi online sebagai fenomena baru yang berpotensi memperburuk situasi rumah tangga.
Tak hanya itu, Ibu Istiana menambahkan bahwa gangguan kepribadian tertentu juga dapat memicu terjadinya KDRT. “Ada individu yang cenderung memicu konflik dan menjadi pemicu utama kekerasan dalam rumah tangga,” jelasnya.
Budaya Patriarki dan Ketidaksetaraan Gender
Budaya patriarki yang menganggap laki-laki sebagai pihak superior dan perempuan sebagai inferior masih menjadi salah satu akar permasalahan yang sulit di berantas. “Budaya ini sering kali mendukung terjadinya KDRT, karena perempuan di anggap tidak memiliki posisi tawar dalam hubungan,” kata Ibu Istiana.
Kekerasan Psikologis: Bentuk KDRT yang Sering Diabaikan
Ibu Istiana juga menekankan bahwa KDRT tidak selalu berbentuk fisik. “Kekerasan psikologis, seperti pelecehan verbal atau pengendalian secara emosional, sering kali terjadi namun tidak disadari oleh korban maupun orang di sekitarnya,” jelasnya. Bentuk kekerasan ini bisa sama merusaknya seperti kekerasan fisik, bahkan lebih sulit untuk di kenali dan di atasi.
Mengapa Korban KDRT Bertahan?
Salah satu pertanyaan besar yang sering muncul adalah mengapa banyak korban KDRT memilih untuk bertahan dalam hubungan yang abusif. Menurut Ibu Istiana, ada banyak faktor yang membuat korban memaafkan pelaku, termasuk harapan bahwa pelaku bisa berubah. “Beberapa perempuan merasa takut kehilangan peran atau tantangan dalam hubungan, dan ini membuat mereka merasa perlu bertahan,” ungkapnya.
Selain itu, kesulitan ekonomi juga menjadi alasan utama banyak perempuan terpaksa bertahan dalam hubungan yang sulit. “Ketidakmampuan mencari sumber ekonomi yang memadai sering kali membuat korban merasa tidak punya pilihan lain,” tambahnya.
KDRT dan Perselingkuhan: Hubungan yang Saling Berkaitan
Ibu Istiana juga membahas bagaimana perselingkuhan sering kali menjadi pemicu KDRT. “Rasa cemburu yang muncul akibat perselingkuhan dapat memicu kekerasan dalam hubungan,” ujarnya. Menariknya, beberapa orang justru lebih nyaman curhat di media sosial daripada dengan pasangan mereka sendiri, karena merasa lebih dekat dengan orang lain di luar hubungan.
KDRT bisa menjadi lingkaran setan yang sulit di akhiri tanpa bantuan profesional. Ibu Istiana menekankan pentingnya kesadaran akan faktor-faktor pemicu KDRT dan bagaimana cara mengatasinya. “Penggunaan kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah adalah tindakan yang destruktif dan harus di hentikan,” pungkasnya.