Google & Startup Fusi Nuklir CFS Gandeng DeepMind!

DigiTripX.id – Bayangkan sumber energi super yang bikin listrik melimpah ruah, tanpa polusi, dan bahannya dari air! Itulah mimpi besar energi fusi nuklir. Nah, Google lagi getol-getolnya jalin kolaborasi dengan para startup energi futuristik.
Yang terbaru, DeepMind—jagoan kecerdasan buatan (AI) milik Google. Resmi berpartner dengan Commonwealth Fusion Systems (CFS), sebuah startup yang lagi naik daun di bidang fusi nuklir. Tujuannya? Meningkatkan kinerja reaktor fusi CFS yang bernama “Sparc” dengan kekuatan AI.
AI DeepMind Jadi “Otak” untuk Plasma Super Panas
Inti dari kolaborasi ini adalah memakai software canggih DeepMind bernama Torax. Software ini bakal di gunakan untuk melakukan simulasi super detail tentang penempatan dan kontrol plasma. Gas super panas yang menjadi “bahan bakar” reaksi fusi.
Gimana cara kerjanya? Torax akan di padukan dengan model AI untuk mencari cara paling efisien dan andal dalam mencapai kondisi yang tepat untuk menghasilkan tenaga fusi. Bayangkan AI ini seperti navigator paling jitu yang nemuin rute tercepat dan paling hemat buat sampai ke tujuan.
Bukan Kolaborasi Pertama, Google Serius di Energi Fusi
Kolaborasi dengan CFS ini bukanlah yang pertama kalinya bagi Google. Sebelumnya, raksasa teknologi ini juga sudah menggandeng TAE Technologies, startup fusi nuklir lainnya, untuk mempelajari perilaku plasma menggunakan AI.
Loh, kok Google sebegitu seriusnya? Ternyata, alasannya cukup jelas. Perusahaan-perusahaan tech raksasa seperti Google punya pusat data yang sangat boros listrik. Dengan berinvestasi dan berkolaborasi di startup fusi, mereka sedang mempersiapkan sumber energi bersih yang stabil dan melimpah untuk masa depan operasional mereka sendiri.
Baca Juga : AI vs Peringatan IMF: “Gelembung Dot-Com” Era Digital Terulang?
Kenapa AI Diandalkan? Soalnya Terlalu Rumit Buat Manusia!
Menurut para ahli, peran AI dalam mewujudkan fusi nuklir itu krusial banget. Kenapa? Karena sistem di dalam reaktor fusi itu kompleksitasnya luar biasa tinggi, sulit banget di kendalikan secara manual oleh manusia.
Salah satu tantangan terbesarnya adalah bagaimana mempertahankan plasma agar tetap panas dan stabil dalam waktu yang lama. CFS menggunakan medan magnet superkuat untuk “mengurung” plasma ini. Nah, untuk mengendalikan kondisi plasma yang berubah-ubah dengan cepat, dibutuhkan software cerdas yang bisa bereaksi secara real-time. Di sinilah peran AI seperti Torax menjadi kunci.
“Torax dapat digunakan… untuk menemukan jalur paling efisien dan andal dalam menghasilkan energi bersih,” begitu bunyi pernyataan resmi Google. Bahkan, kedua perusahaan sedang meneliti kemungkinan penggunaan AI untuk mengontrol operasi reaktor secara langsung.
Target Ambisius: Reaktor Pertama yang “Buntung” Energi
Proyek yang sedang dikebut ini sangat menjanjikan. CFS saat ini sedang membangun reaktor demonstrasi bernama Sparc di pinggiran Boston, yang kabarnya sudah 2/3 jalan. Targetnya, Sparc akan selesai pada akhir 2025 dan diprediksi menjadi reaktor fusi pertama di dunia yang menghasilkan lebih banyak energi daripada yang ia konsumsi untuk beroperasi sebuah pencapaian bersejarah.
Komitmen Google nggak main-main. Baru Agustus lalu, mereka ikut mendanai CFS dalam putaran pendanaan raksasa senilai US$863 juta, bareng dengan Nvidia. Google bahkan sudah memesan listrik sebesar 200 Megawatt dari pembangkit listrik komersial pertama CFS, “Arc”, yang rencananya akan dibangun di Virginia.
Dengan langkah strategis ini, Google bukan cuma jadi penonton, tapi aktif jadi pemain kunci dalam perlombaan global mewujudkan energi bersih masa depan.