
DigiTripX.id – Malam bukan sekadar waktu gelap dalam Islam. Ia adalah momen sakral untuk beristirahat, beribadah, dan menjaga diri dari bahaya yang tak kasatmata. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Jika malam telah datang, tahanlah anak-anakmu, karena setan mulai berkeliaran saat itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini bukan sekadar peringatan spiritual, tapi juga mengandung kebijaksanaan sosial. Anak-anak yang terlalu sering berkeliaran di malam hari, kini makin rentan terhadap berbagai ancaman dari pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, pencurian, hingga pelecehan seksual. Dalam konteks ini, Islam menekankan tanggung jawab keluarga sebagai benteng utama perlindungan anak.
Dalam Al-Qur’an Surah At-Tahrim ayat 6, Allah swt. menegaskan:
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
Ayat ini, menurut Imam Al-Qurthubi dan tafsir Ibnu Katsir, bukan hanya tentang ibadah ritual, tetapi juga memuat perintah mendidik, membimbing, dan mengawasi keluarga dalam aspek moral dan sosial.
Jika orang tua lengah, tidak tahu ke mana anak pergi, dengan siapa mereka berkumpul, dan apa yang mereka lakukan di luar rumah. Maka mereka tengah abai terhadap amanah besar yang di emban.
Sekolah Kehilangan Fungsi Moral?
Ironisnya, lembaga pendidikan yang semestinya menjadi mitra keluarga dalam membentuk karakter anak, justru sering terjebak dalam rutinitas administratif. Guru dan wali kelas yang semestinya bisa menjadi figur pembina moral, kini kerap enggan menegur siswa karena khawatir diprotes orang tua.
Akibatnya, anak-anak pun kehilangan teladan. Yang tersisa hanyalah panutan dari kalangan teman sebaya atau influencer media sosial—yang tidak selalu membawa arah yang baik. Suara guru melemah, suara orang tua bungkam, dan nilai-nilai pun dibentuk oleh algoritma, bukan akhlak.
Baca Juga : Fenomena Pulang Larut: Anak Kehilangan Rumah, Orang Tua Kehilangan Suara!
Generasi Instan dan Normalisasi Penyimpangan
Budaya instan yang menjangkiti generasi muda hari ini telah menggeser norma. Merokok dianggap keren, seks bebas dianggap wajar, dan mabuk dipandang sebagai “fase eksplorasi.” Padahal, ini bukan eksplorasi—ini kemunduran moral yang dibungkus kata “kebebasan.”
Jika orang tua dan guru terus memilih diam, maka kita sedang menciptakan generasi yang berani dalam hal yang salah, tapi takut dalam hal yang benar.
Seruan Refleksi dan Tindakan Nyata
Menjaga anak bukan berarti melarang mereka bersosialisasi, melainkan mengajari mereka waktu yang tepat, tempat yang aman, dan batas yang sehat. Rumah harus kembali menjadi tempat pulang, tempat dicintai, dan tempat diingatkan.
Beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan:
-
Kehadiran Orang Tua Secara Fisik dan Emosional
Batasi aktivitas malam anak dengan pendekatan hangat. Jangan sekadar memberi uang jajan, tapi juga waktu dan perhatian. -
Perkuat Peran Guru dan Wali Kelas
Pendidikan karakter tidak boleh jadi nomor dua setelah nilai akademik. Guru harus di dukung untuk kembali berani mendidik dengan cinta dan ketegasan. -
Sinergi Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat
Kolaborasi antara orang tua, sekolah, dan lingkungan sekitar harus di bangun dengan komunikasi yang terbuka dan partisipatif. -
Revitalisasi Nilai Spiritual dan Adab Sosial
Pendidikan agama perlu lebih dari sekadar hafalan. Anak-anak perlu meneladani nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari yang kontekstual dan membumi.
Baca juga : Disiplin VS Identitas: Aturan Rambut Siswa Relevan di Dunia Pendidikan
Jangan Tunggu Terlambat
Malam memang indah. Tapi bukan untuk di jelajahi anak-anak tanpa bimbingan. Jangan sampai mereka pulang bukan naik motor, tapi di antar dengan kabar duka. Jangan sampai masa tua kita di penuhi tangis karena dulu terlalu mudah berkata, “Terserah kamu.”
Ajarkan anak mencintai rumah. Katakan dengan lembut namun tegas:
“Nak, pulanglah sebelum gelap. Di luar sana tak ada yang lebih sayang padamu selain kami yang menunggumu di rumah.”
Hari ini, mari kita berani menjadi orang tua yang tidak takut di musuhi, demi masa depan yang lebih baik. Mari kita jadi guru dan wali kelas yang tidak takut berkata “tidak boleh” jika tahu itu menyelamatkan.
Dan mari kita memohon kepada Allah swt., agar melembutkan hati anak-anak kita—agar mereka kembali, bukan hanya ke rumah, tapi ke jalan yang benar.