Kisah Kelam Jemaah Haji Indonesia Masa Lalu: Ditipu Warga Lokal

DigiTripX.id – Perjalanan ibadah haji selalu identik dengan pengalaman spiritual yang mendalam. Namun, siapa sangka, di balik keindahan kisah rohani itu, ada cerita pilu yang dialami oleh jemaah haji asal Indonesia di masa lampau. Mereka pernah menjadi korban penipuan saat menunaikan ibadah haji di Tanah Suci, Makkah.
Kurangnya Pengetahuan Jadi Celah Penipuan
Sekitar tahun 1900-an, banyak jemaah Indonesia berangkat haji dengan bekal semangat tinggi. Namun minim pemahaman tentang bahasa Arab dan tata cara pelaksanaan ibadah. Kondisi ini di manfaatkan oleh oknum warga lokal yang tidak bertanggung jawab.
Menurut sejarawan Belanda, Snouck Hurgronje, dalam bukunya Mekka in the Latter Part of the 19th Century (1931). Jemaah Indonesia sering menjadi target karena di anggap lugu dan mudah di bohongi. “Orang Arab memanfaatkan keluguan jemaah Indonesia untuk mencari keuntungan,” tulisnya.
Baca Juga : Gen X: Terlupakan, Ternyata Paling Banyak Tanggung Beban Hidup
Modus Penipuan Jemaah Haji: Air Zamzam Dijual Mahal!
Salah satu modus yang paling sering terjadi adalah penjualan air Zamzam. Padahal, air suci ini seharusnya bisa dinikmati secara gratis oleh semua jemaah. Namun, karena percaya dengan kesakralannya, jemaah rela membayar mahal hanya untuk berkumur dan menyemburkannya sebagai bagian dari ritual pribadi.
Penipuan Dana Ibadah hingga Beli Tiang Masjidil Haram
Tak hanya soal air Zamzam. Ada juga penipuan berkedok pengelolaan dana ibadah. Oknum yang menyamar sebagai “syekh haji” berpura-pura menjadi manajer keuangan perjalanan ibadah. Setelah menerima dana dari jemaah, mereka kabur tanpa jejak.
Lebih mengejutkan lagi, pada 1920-an, jemaah asal Indonesia pernah di suruh membeli tiang Masjidil Haram seharga 300 real! Katanya sih untuk wakaf. Padahal, nggak pernah ada sejarahnya tiang masjid suci itu di jual ke jemaah.
Karena sering banget jadi korban, jemaah asal Nusantara sampai di kasih julukan kurang sopan oleh warga lokal: farukha (ayam) dan baqar (hewan ternak). Waduh!
“Kerumunan jemaah di bagi seperti ternak kepada para syekh berlisensi, tanpa memperhatikan kehendak jemaah,” tulis Snouck dengan nada prihatin.
Nah, dari kisah ini kita bisa belajar satu hal penting, ibadah haji itu bukan cuma soal niat baik, tapi juga butuh ilmu dan pengetahuan yang cukup.